CERITA JEJAK HUTAN KAMBANG MUARALABUH Part II
BAB II
Suara motor mulai memekakkan telinga Yudi melaju dengan kenjang melewati setiap yang menghalangi didepanya, sekali-kali dia menyelip diantara bus,truk yang satu arah dengannya menuju kota Padang, ransel dipingganya berisih penuh dengan bahan keperluanya untuk sekedar dua minggu di Kota Padang tapi Kota Padang bukan lah dekat dari kampungnya kira-kira tiga jam perjalanan. Namun hal itu bukan muda untuk dilewati kerena jalanya yang banyak tikungan dan tanjakan yang tajam disampingnya penuh dengan jurang dan laut. Namun bagi Yudi hal itu bukanlah terlalu sulit untuk dilewati kerena setiap tikunga dan tanjakan suda dalam perhitunganya bahkan jumlah lubang yang ada dijalan sampai ke Padang sudah di kepalanya.
Lebih kurang satu jam Yudi sampai di Painan dan berhenti sesaat ketika matanya tertuju kelaut disaat Matahari mulai terbenam.
Air laut begitu tenang, dengan warna biru terang. Angin berhembus sepoi dan langit penuh dengan cakrawala inda. Sementara warnah-warni dan goresan-goresan langit berwarna merah, kuning dan kebiru-biruan menyatu dalam sebuah lukisan yang tak mungkin seorang pelukis untuk mengambarkan diatas kampas, hanya lah Tangan-Tangan Tuhanlah yang bisah membuat hal seperti ini.
Sungguh suatu pemandangan yang mengagumkan bagi Yudi, dalam hati di berguman sendiri aku sungguh bangga punya Kampung seperti ini, kemanapun aku pergi Kempung ini tak akan bisa aku lupakan. Daerahnya subur, nyaman, elok, lautnya sangat bersahabat dan Masyarakatnya begitu sopan dan menjunjung tinggi Adat dan Agama.
Kembali Yudi menghidupkan mesin motornya melaju kencang menuju Kota Padang kerena sebentar lagi hari akan gelap dan magrib akan dating dengan kecepatan tinggi dan melewati setiab tikungan dan tanjakan sampai juga di Kota Padang langsung ke rumah kontrakannya Air Tawar Jln. Murai no, 36 A yang tak begitu jau dari Kampus UNP Padang, Rumah ini dihuni oleh Mahasiswa yang berasal dari Pessel kususnya anak Lengayang namun didalam rumah ini ada yang agak dituakan dianggap sebagai ketua, yang namanya Masri Mahasiswa Seni Rupa semester delapan dan langsung menyapa Yudi.
Dari mana kamu yud,?” Kemaren ada yang mencari mu kesini, anak sendratasik namanya Yeni. Dia suda coba menghubungi phon kamu tapi tak masuk-masuk”
“Kemaren Saya pulang Kampung da Mas. Jawab Yudi pelan kerena Masri merupakan senior dikampus dan juga dianggab kakak oleh Yudi jadi wajar aja kalau Yudi memanggil Uda pada Masri{istilah panngilan kakak dalam Bahasa Minang adalah Uda} dan Yudi balik bertanya pada Masri
“Yang lain kemana Da,? Kelihatan sepi.
“Tu lagi main Game dikamar Uda.” Kebetulan dikamar Masri ada dua computer dan kamar itu sering dijadikan ajang untuk main game dan bisa dikatakan penghuni kamar itu sering tidur menjelang subuh kadang membuat tugas dan main game.
Mendengar suara yudi dan masri yang lain pada keluar dari kamar dan serempak menyapa Yudi.
“dari mana yud” sahut mereka serempak
“habis dari kampong” jawab Yudi pelan
“apa kamu ada bawa sambal dari kampong Yud,? Kami belum makan, tapi nasi sudah kami masak di Mejigjer. Sala seorang yang bernama Dendi Siswa UNP Jurusan OLah Raga.
“kalau sambal ada…! “Tadi Mak dirumah ada membuatkan sambal rendang Ayam, Saya juga belum makan ni..!
“kalau begitu kita makan bersama-sama aja” patut ada bauh sambal rending. Seruh mereka serempak.
Yang lainnya segera mengeluarkan nasi didalam mejigjer dan satu persatu mereka mengambil piring diruangan makan dan Yudi mengeluarkan sambalnya didalam bungkusan yang dibungkus oleh Maknya tadi siang.
Bersambung... Bab III
Posting Komentar